Pairing: ErzaxJellal
Genre: Romance
Rate: T
Lenght: Oneshot
Dislaimer: Fairy Tail belongs to Hiro Mashima
Warning: Mainstream, konflik nggak jelas,
A/N: Fanfic ini hanya keisengan author saking merindunya
pada jerza, jika di awal membaca sudah merasa sakit kepala karena saking
flat-nya, kebijakan di tangan readers ^^
--Happy Reading--
Masa SMA, seharusnya masa tersebut dihiasi dengan
cahaya-cahaya persahabatan, ketenaran, juga cinta. Aku memang memiliki cahaya
persahabatan itu. Ketenaran? Yah, lumayan lah untuk ukuran satu kelas dan kelas
tetangga, tapi aku tak mengharapkan ketenaran itu. Cinta? Entahlah,
bayang-bayang masalalu terus menghantuiku, apakah aku bisa berpaling darinya?
Semua sudah berakhir dan sudah jelas, untuk apa masih berharap. Dia sudah
menemukan kebahagiaannya bersama kekasih baru, kekasih yang sangat
mencintainya. Egois memang jika aku mengatakan akulah gadis yang paling mencintainya.
Itu dulu, sekarang tidak. Hatiku sudah menjadi bongkahan es yang sangat keras,
kujalani masa SMA ini bersama para sahabatku, walaupun ada dia yang lagi-lagi
satu sekolah denganku, juga kekasihnya. Oke, aku tidak akan merasa sesak atau
nyeri di dada, karena hatiku sudah menjadi es.
“Erza, makan yuk” ajak Lucy, sahabatku. Aku hanya menggeleng
tak berselera, asyik membaca novel baruku. Lagipula aku juga lupa membawa
bekal.
“Eh, jangan begitu. Aku membawa kue buatanku sendiri lho.”
Oh Mira, kau memang paling mengerti aku. Tapi hari ini aku memang tidak
berselera. Kubalas dengan gelengan. Ekspresi kecewa mereka terukir jelas. Tapi
mereka sepertinya tidak menyerah, membawa pasukan yang lain, menyeretku begitu
saja hingga novelku terjatuh di kursiku.
“Heee apa-apaan ini?”, aku memberontak melepaskan diri. Tapi
Cana dan Bisca mencengkram kedua lenganku dengan kuat. Mira dan Lucy hanya
tersenyum tanpa menolongku, diikuti Wendy yang baru datang di samping Mira.
Yah, cara yang terbaik memang menuruti mereka, agar mereka
senang. Tapi hari ini aku memang tak berselera. Tidak hari ini saja, tapi
akhir-akhir ini memang tidak berselera. Kadang aku sengaja meninggalkan bekal
yang sudah disiapkan Mama, tapi hari ini memang lupa sih, hehe.
Kami berjalan di lorong sekolah yang sudah ramai oleh
siswa-siswi. Mereka asyik mengobrol seperti biasa, ada yang sedan perjalanan ke
kantin lah, ada yang ke ruang guru lah, ada yang kemana lah entah. Apa
peduliku? Tapi sering para siswa ataupun siswi kelas lain ada yang menyapaku
ketika aku melewati lorong sekolah, aku hanya bisa membalas dengan senyuman
terbaikku. Terbaik? Kurasa tidak, senyum pura-pura.
Cana dan Bisca sudah tidak mencengkramku, aku bisa berjalan
dengan nyaman, tapi mereka tetap berada di kanan-kiriku. Ah sudahlah, sudah
terlanjur berjalan sampai sini pula.
Astaga! Mataku menangkap dua sosok yang tak ingin kulihat.
Sepasang kekasih yang paling kubenci. Lihatlah, gadisnya menggelayut manja di lengannya.
Sang pria....ah sudah! Aku tak ingin menjelaskan tingkah ataupun ekspresi pria
itu. Karena aku sudah terlanjur MEMBENCINYA!!
Aku terus berjalan dan menatap lurus ke depan, pura-pura
tidak melihat kedua pasangan tersebut, hingga akhirnya sukses melintasiku.
Fiuh, menghilang juga mereka. Eh? Kenapa Mira dan Lucy sedikit menoleh ke
belakang? Menatapku dengan iba?
“Kenapa menatapku seperti itu?” tanyaku dengan tatapan
tajam. Lalu mereka kembali menghadap ke depan.
“Ah tidak, ayo ke halaman belakang!” seru Lucy dengan penuh
semangat, mengalihkan pembicaraan. Baguslah! Tidak perlu dibahas yang barusan.