Rabu, 18 Mei 2016

Back to Me


Main chara : Erza S., Jellal F.
Rate : T
Genre : Romance, School Life
Disclaimer: Fairy Tail belongs to Hiro Mashima
A/N : Terinspirasi dari secuil kisah seseorang :D
-Happy Reading-

Izinkan aku untuk terus mencintaimu
Berikanku kesempatan untuk berada di sampingmu lagi
Walau sedikit kenangan
Yang telah kita nikmati bersama
Tak ingin kulupakan dirimu
####
"Erza"
"..."
"Erza"
"..."
"Erza"
"Eh Lucy"
"Hn?"
"Kau mau kemana? Aku ikut", Erza beranjak dari bangkunya.
"Mau ke kantin. Itu lhoh kamu dipanggil Jellal daritadi, kok dicuekin terus."
"Ah sudah, ayo kita ke kantin.", ajak Erza sembari menarik lengan Lucy.
"Eh~", Lucy pasrah ditarik pergi.
PLOK
Jellal menoleh ke belakang, mencari tahu siapa yang menepuk punggungnya.
"Sabar, jangan menyerah."
"Mest?"
"Kenapa dengan wajahmu itu?",Mest terkejut melihat wajah Jellal tampak begitu frustasi.
"Gadis itu benar-benar keras kepala."
"Jika mereka tahu kau melepaskannya, salah satu dari mereka akan mendapatkannya."
"Arrgghh, aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.", Jellal mengacak-acak rambutnya.
"Tenangkan dulu pikiranmu."
Back to Me
Jam pelajaran berakhir, inilah saatnya pulang ke rumah. Erza tengah membereskan buku-bukunya untuk dimasukkan ke dalam tas. Ia mengambil tas yang digantungkan di samping mejanya dan membuka resletingnya. Ketika ia melihat ke dalamnya, matanya menangkap sebuah benda persegi panjang atau lebih mirip balok, covernya berwarna pink. Diangkatnya benda itu. Ia mengernyitkan dahi, dalam batinnya mengapa ada benda ini di dalam tasnya. Ia bisa menebak langsung siapa yang menaruhnya. Setelah memasukkan buku-bukunya dan menutup resleting tasnya. Ia bangkit dari kursinya dan mulai melangkah meninggalkan bangkunya. Namun setelah keluar beberapa langkah dari bangkunya dan melintasi bangku seseorang, ia meletakkan benda pink berbentuk balok itu dengan mengeluarkan bunyi debaman lumayan keras untuk bisa terdengar oleh sang empu bangku dan teman di belakangnya. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia meninggalkan seseorang itu bersama sebuah benda balok berwarna pink itu, yang ditinggalkan hanya bisa menghela napas kecewa.
"Haaah..."
"Ckckckck", muncul dua sosok pria mendekati manusia yang sedang kecewa ini.
"Gagal lagi?"
"Seperti yang kau lihat.", jawabnya dongkol.
"Jika kau sudah menyerah, masih ada gadis yang lain."
PLETAKK!
Pria berambut pink langsung mendapat jitakan keras di kepalanya akibat kicauannya yang ngawur, menambah frustasi pria berambut biru
"Jaga bicaramu, Natsu. Kau menambah beban pikirannya saja"
"Sakit tau, Gray", si rambut pink meringis kesakitan memegangi kepalanya.
"Dasar gadis keras kepala.", keluh pria berambut biru, memandangi benda balok di mejanya yang ternyata adalah cokelat.

Mengapa kau siksa hatiku
Apa kesalahanku begitu besar
Hingga kau sulit memaafkanku
Apa yang harus kuperbuat
Agar kau mau menoleh kearahku?
Dan memberikan senyum terindahmu
Lupakanlah apa yang telah terjadi
Kembalilah kepadaku
Disini, diriku merindukanmu
Bahagia bila disampingmu
-Back to Me-
-Flashback on-
Jellal's POV
Namaku Jellal Fernandes. Kini aku telah memasuki kehidupan baruku sebagai siswa SMA di Fairy High School. Upacara penerimaan murid baru telah berlalu kemarin. Kini aku sudah memasuki hari dimulainya jam pelajaran. Aku sudah punya kenalan seorang teman yang bangkunya di belakangku, Mest namanya. Bel istirahat pun berbunyi. Berhubung ini hari pertama kami dapat berkumpul di kelas, kami tidak terburu-buru keluar dari kelas untuk makan siang, kami gunakan untuk berkenalan dengan semuanya di depan kelas. Kuperkenalkan diriku dengan lancar, begitu pula Mest. Satu demi satu perkenalan berlangsung. Tibalah dimana sesosok gadis cantik memulai perkenalannya.
"I'm Erza Scarlet. I'm from England."

Wah, gadis cantik ini dari Inggris ternyata, pantas saja terlihat berbeda, yah walaupun banyak bule di sekolah ini, tapi entahlah, mengapa ia terlihat begitu berbeda di mataku. Pesonanya memang terpancar di mata semua orang di kelas ini, namun bagiku ada tambahan kharisma pada dirinya. Benar-benar sempurna. Namanya pun seperti keluarga kerajaan. Lengkap sudah kecantikannya.
Banyak gadis yang senang berteman dengannya. Ia begitu mudah bergaul, memang tidak salah aku menyebutnya ia memiliki kharisma. Namun, kharisma itu tidak ia pamerkan pada pria, seakan menjaga jarak dengan lawan jenisnya. Yah, aku pun hanya bisa mengamati keunikan dirinya dari kejauhan, tanpa ada yang mengetahui. Hingga pada suatu hari, takdir membuat adanya hubungan diantara kami.
"Mulai minggu depan kalian akan presentasi materi bab selanjutnya." pengumuman dari Fried-sensei, Guru Bahasa dan Sastra Jepang, membuat seisi kelas terkejut. Mulai dari yang dari tadi hanya meletakkan kepalanya di meja setengah sadar setengah mimpi, hingga yang dari tadi menyangga dagunya memandangi wajah tampan Fried-sensei, membulatkan mata lebar-lebar. Sekolah ini memang merupakan salah satu dari sekolah swasta terbaik di Jepang, banyak pelajar luar negeri yang datang kemari, seperti Erza. Walaupun favorit, namun belum internasional, dan sekolah ini tetap mengadakan pelajaran berbahasa Jepang, karena statusnya memang sekolah menengah swasta di Jepang.
"Sensei akan membagi enam kelompok sesuai banyaknya bab yang akan kita pelajari, satu kelompok terdiri dari tiga sampai empat orang.", lanjut Fried-sensei, para murid merasa berat mendengar jumlah anggota yang tidak sama itu, merasa was-was jika mendapat kelompok yang hanya terdiri dari tiga orang. Satu kelas ini memang terdiri dari dua puluh siswa, sedikit sekali, bukan?
Kami mulai bergantian menghitung angka satu sampai enam mulai dari deretan bangku depan meliuk ke belakang layaknya ular. Aku mendapat angka 6, syukurlah mendapat giliran terakhir, masih lama.
Begitu sekretaris menulis nama-nama anggota sesuai kelompok di papan tulis, mataku membulat, terkejut siapa saja anggota kelompokku. Ada Meredy dan...Erza? Ketika diminta mengangkat tangan untuk dicatat siapa saja kelompoknya, aku memang tidak memerhatikan anggota yang lain, sibuk dengan rasa ngantuk ini. Begitu tahu hasilnya, aku pria sendiri di kelompok 6, itu bukan masalah. Aku juga akrab dengan Meredy, kami memang sudah berteman sejak SMP. Tapi Erza? Entah mengapa ada rasa spesial yang menyelinap begitu tahu satu kelompok dengan gadis Inggris itu. Unik. Itulah kata yang bisa kuungkapkan.
"Baiklah, ingat baik-baik kelompok kalian. Berarti minggu depan kelompoknya Gray, Juvia, Mirajane, dan Lucy yang maju. Persiapkan dengan baik, ya!"
"Hai'!", seru anggota kelompok satu dengan kompaknya. Bel istirahat berbunyi. Setelah kami memberi salam, Fried-sensei meninggalkan kelas. Aku menghela napas. Entah apa yang kurasakan, senangkah? Kurasa tidak. Aku tidak segera beranjak dari bangkuku, termenung.
"Cieh, yang satu kelompok sama bule.", tiba-tiba Loke merangkul bahuku, mengagetkanku. Aku pun mencibir sebal, kenapa dia menggodaku seperti itu. Loke juga merupakan salah satu temanku yang dari SMP. Selain Loke dan Meredy, ada Mest. Kami berempat adalah sahabat, Meredy sudah seperti adik perempuanku. Bagaimana tidak, dia begitu periang dan juga manja padaku, apalagi kalau sedang sebal, pipinya menggembung begitu menggemaskan.
"Kau kelompok berapa?", tanyaku.
"Kelompok 5, dengan si pinky dan si besi, duo onar itu.", gerutu Loke begitu kutanya anggota kelompoknya,"Hah...Gray beruntung sekali bisa sekelompok dengan gadis-gadis cantik."
Aku pun terkekeh mendengar gerutuannya, Loke memang genit dengan wanita, kasian sekali dia harus sekelompok dengan pria, tanpa ada gadis yang bisa ia goda.
"Jellaaaaal!", teriakan itu, yah aku sudah hafal, siapa lagi kalau bukan si manja Meredy.
"Kau kerjakan semuanya ya, aku terima jadinya." begitu datang ia langsung bicara bossy seperti itu? dasar Meredy.
"Enak saja.", dengusku kesal mengerucutkan bibir. Meredy malah cekikikan.
"Kita dengan Erza, ya? Hmm...", Meredy mengedarkan pandangan mencari sosok bernama 'Erza'. Begitu menemukannya, gadis Inggris itu sudah dibawa pergi keluar melewati pintu oleh Lucy, Mirajane, Wendy, Cana, dan Levy, dan beberapa yang lainnya. Aku sudah hafal semua orang di kelas ini, wajar sudah dua minggu disini.
"Yah sudah pergi," Meredy kecewa karena keduluan teman-teman lainnya, ia ingin mengobrol lama dengan gadis Inggris itu. Meredy lebih akrab dengan Juvia, sepertinya masih butuh proses adaptasi dengan yang lainnya bagi Meredy . "Eh ngomong-ngomong, lancar tidak ya bahasa Jepangnya?"
"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?", sahut Mest yang baru saja datang menghampiriku, ia habis mengobrol dengan anggota kelompoknya.
"Ya kan kita nanti presentasi dengan bahasa Jepang, kan. Kasian Erza jika dia masih kesulitan dengan bahasa Jepang.", ujar Meredy, melipat kedua tangannya di atas meja. Aku merenung. Benar juga kata Meredy, jika Erza masih kesulitan berbicara bahasa Jepang, pasti menyiksa dirinya bila harus presentasi dengan bahasa itu.
"Je-laaaal!" Astaga! si Loke memekik di telingaku, membuyarkanku dari renungan. Aku mendengus kesal, kasihan gendang telingaku.
"Kenapa sih kok diam aja daritadi?", tanya Loke, Meredy dan Mest pun juga khawatir. Aku menggeleng sambil tersenyum tipis.

Hari berlalu begitu cepat bagiku, hari presentasi pertama sudah dimulai. Kelompok 1 benar-benar bagus mempresentasikan materi, Mereka bisa menjelaskan dengan enak, bagai mendongeng, hingga membuat kami tertidur. Maklum ini ada unsur sejarahnya, jadi mereka menerangkan sekilas tentang sejarah sastra kuno, Natsu pun sudah tertidur pulas. Aku menyangga dagu tetap memerhatikan mereka. Tiba-tiba terlintas di pikiranku tentang Erza, jika ini ada unsur sejarahnya, Erza harus menjelaskan bacaan begitu panjang dan ah... aku tak sanggup membayangkannya. Untuk memastikan dia baik-baik saja, aku sedikit menoleh ke belakang, tempat duduknya tepat berseberangan dengan bangku Mest di belakangku, sehingga aku dan Erza seakan-akan membentuk garis diagonal. Benar saja, ekspresi wajahnya terlihat kebingungan. Ia memperhatikan presentasi di depan, dahinya berkerut, seperti orang bingung. Tapi kan dia bisa saja presentasi dengan bahasa Inggris, jadi tak masalah. Eh tapi...bukunya kan pakai bahasa Jepang. Arrggh! Aku mengacak-acak rambutku merutuki kelinglunganku. Aku sudah tidak memerhatikan Erza lagi, memikirkannya membuatku kacau. Dengan jahilnya, terlintas di pikiranku wajah lucunya ketika bingung seperti itu. Aku melirik sekali lagi, lalu kembali menghadap ke depan sambil menahan tawaku, menertawakannya. Dia benar-benar unik.
Pulang sekolah, aku mencegat Meredy yang sedang melintas di samping bangkuku hendak keluar kelas. "Sepertinya kita harus segera membentuk kelompok belajar.", ucapku. Meredy menatapku bingung, kenapa tiba-tiba membahas itu, "Sepertinya Erza kesulitan.", jelasku singkat. Meredy mengangguk, besok ia akan bicara pada Erza.

Benar. Pagi-pagi Meredy sudah duduk bersama Erza, di depan gadis Inggris itu, di belakang bangkuku ada Lucy ikut ngobrol menumpang duduk di bangkunya Mest yang belum datang. Mereka tertawa bersama, aku berjalan menuju bangkuku dengan sedikit-sedikit mencuri pandang, tak berani terang-terangan. Dia terlihat sangat cantik, tertawanya yang malu-malu, wajah putihnya memerah, benar-benar unik.
"Ohayou Jellal~", sapa Lucy diikuti Meredy begitu mengetahui kehadiranku, aku pun membalas sapaan mereka. Dia hanya diam saja. Aku pun sampai di bangkuku dan duduk. Aku mengambil buku seadanya dalam tasku dan berpura-pura membacanya, mencoba menyimak pembicaraan mereka.
"Jadi Erza, pria seperti apa yang kau sukai?", tanya Lucy melanjutkan pembicaraan mereka.
DEG! Kenapa topiknya seperti ini? Aku jadi enggan menguping pembicaraan para gadis remaja itu.
Sepertinya kalau mengobrol biasa seperti ini Erza jauh lebih mengerti, tapi kalau pelajaran dengan bahasa buku yang kaku, pasti merasa tersiksa, aku sendiri pun kalau tidak benar-benar konsentrasi membaca, sulit untuk memahami.
"It's secret.", jawabnya dengan bahasa Inggris dan aksen britishnya, aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku merasa dia sedang tersenyum.
"Huuu, pelit," Lucy mencibir sebal "Apa di sekolah ini atau di kelas ini tidak ada yang kau sukai?", tanya Lucy lagi masih belum puas dengan menanyai gadis Inggris itu.
"Hmm... entahlah.", jawabnya tidak memuaskan lagi. Sepertinya ia belum menemukan pria yang membuatnya takjub, mungkin karena ia begitu menjaga jarak dengan para pria, walaupun para siswa banyak yang tertarik padanya.
"Oh ya Jellal, nanti kita bisa mulai belajar kelompoknya.", seru Meredy tiba-tiba, membuatku tersentak kaget, tiba-tiba memanggil namaku di hadapan Erza. Aku pun menoleh menatap Meredy sebentar, menjawab"Oh", lalu kembali berpura-pura membaca buku.
"Huuh, jawaban apa itu.", gerutu Meredy. Aku berani bertaruh kalau ia sekarang sedang menggembungkan pipinya yang chubby itu, haha. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu sejak lulus dan sibuk dengan tes masuk SMA, ingin melihat wajah sebalnya tapi disana ada Erza. Aku malu menatap wajah gadis Inggris itu.
"Erza katanya bisa nanti. Kita belajar di rumahku ya.", ucap Meredy lagi mengajakku bicara.
"Hm", lagi-lagi aku menjawab singkat, tak berani menatap gadis Inggris itu.
"Hei Jellal, kau tak mengajakku?", desis Lucy di belakangku, tepatnya di belakang leherku, membuat bulu kudukku merinding. Dengan perlahan aku menengok ke arah Lucy, dengan wajah seperti orang ketahuan yang biasanya langsung menyengir, meringis ketahuan. Itulah ekspresiku sekarang. "Tentu saja boleh.", lalu jawabku.
"Ohayooo~" sapa Loke memasuki kelas dengan wajah riangnya, Mest mengekor di belakangnya juga menyapa kami, belum ada yang lain di kelas, tumben.
"Wah, jarang-jarang melihat nona bule sendiri", celoteh Loke langsung melesat ke bangku gadis Inggris itu, aku geleng-geleng kepala, bergidik dengan kelakuan sahabatku satu ini, cuma Mest lah yang waras.
"Hello princess, how are you?", tanyanya sok berbahasa Inggris. Aku tak berani menoleh ke belakang, aku yakin kalau Erza juga merasa jijik dengan pria sok akrab itu.
"Hei, sendiri apanya? Kau tidak melihat aku dan Meredy, hah?", protes Lucy sebal yang disetujui Meredy.
"Oh aku lupa menyapamu Lucy yang cantik dan seksi, kalau Meredy sudah biasa. Hahaha...", celotehnya langsung mendapat tamparan tas oleh Meredy. Khekhekhe, rasakan. Aku dan Mest menertawakannya, juga Lucy. Entah gadis Inggris itu.
"Kau membaca terbalik?", Mest yang masih berdiri di sampingku pun menyadari keanehan. Aku memerhatikan buku yang kupegang. Astaga! Kenapa aku baru sadar bukuku terbalik? Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Semoga Mest tidak curiga.
"Pagi kawan-kawan!" seru seseorang yang baru saja datang, kami semua menoleh ke depan. Gray, di sampingnya menempel seorang gadis berambut biru, Juvia, teman akrab Meredy. Kami pun terbengong memerhatikan mereka, pemandangan baru. Gray bingung dengan ekspresi kami, kemudian menengok ke samping, Juvia! Astaga, gadis ini terlalu dekat. Gray baru menyadarinya.
"Eh, kalian jangan berpikir aneh-aneh.", Gray mengibas-ngibaskan tangannya menolak tatapan aneh kami. Kami pun tertawa, Lucy mencoba menggoda mereka.
"Cieeh yang baru jadian."
"Jadian apanya.", sahut Gray cepat, berusaha meyakinkan teman-temannya.
"Sialan kau Gray, kenapa kau selalu dikelilingi para wanita.", protes Loke mendengus iri dengan menyilangkan kedua tangan di dada, duduk di atas meja Lucy. Gray tidak menimpali ucapan Loke, ia menatap Lucy.
"Oh ya Luce, katanya Juvia mau menraktir kita. Syukuran atas keberhasilan kelompok satu.", ucap Gray dengan wajah sumringah.
"Wah, benarkah?" Lucy pun bersemangat, lalu menatap Juvia senang. Eh? Juvia membalas dengan tatapan horor? Haha. Aku yakin pasti Juvia dalam hatinya mengatakan 'saingan' ke Lucy. Gray tidak peka, maksud Juvia kan hanya ingin mengajaknya seorang dengan berdalih kesuksesan kelompok 1. Aku saja yang seorang pria peka. Mungkin Gray memang terlalu keren sampai tidak peka saking banyaknya gadis yang menginginkannya.
Tiba-tiba Natsu datang, berlari dan langsung menjitak kepala Gray dari belakang.
"Baka! Kau sengaja meninggalkanku dan membiarkanku disuruh-suruh Madam Aquarius ya?", wajah Natsu begitu kesal menumpahkan segala emosinya dengan kedua tangan yang digerak-gerakkan ke atas, benar-benar kesal.
"Kenapa kau memukulku, Baka?!", Gray ikut emosi. Yah, akhirnya mereka saling beradu, sudah biasa. Melihat rentetan pemandangan yang lucu mulai dari kedatangan Loke hingga kedatangan Natsu membuatku terhibur, sampai aku melupakan gadis Inggris itu. Aku tak berani menatapnya, entahlah apa ekspresinya sedari tadi. Aku tak mendengarnya tertawa, aku tak mendengar suaranya.

"Jellal, ayo cepat!", teriak Meredy di dekat pintu kelas, menggandeng Erza. Aku merasa gugup ditatap gadis Inggris itu, membuatku kesulitan menata bukuku untuk dimasukkan ke dalam tas. Ya, kami akan belajar kelompok, mencoba membahas materi bab kami. Tapi entah mengapa...
"Mengapa banyak yang ikut?!", pekikku begitu melihat Loke,Mest, Gajeel, Natsu, Lucy Gray tak lupa Juvia yang menempel di samping pria seksi itu sedang berjejer di luar pintu. Astaga! Aku mengusap muka, bersikap senormal mungkin.
"Tau tuh, kalo yang cewek nggak papa. Tapi kenapa yang cowok pada ikut? Jadi nggak efektif belajar kelompoknya", protes Meredy menyetujui keluhanku.
"Sorry Jellal, masalahnya kelompokku sama dua orang bodoh ini. Dan aku mau minta tolong sama kamu buat ajarin materi kami, makanya aku ngajak dua biang onar ini." celoteh Loke memberi alasan.
"Apa kau bilang?", teriak Natsu dan Gajeel kompak.
"Bodoh?"
"Biang Onar?"
"Jangan samakan aku dengan dia!", setelah bergantian mengucapkan kata 'bodoh' dan 'biang onar' lagi-lagi kompak mengucapkan kata-kata yang sama sambil saling mengacungkan jari. Aku geleng-geleng kepala, kukira mereka berdua akan mengumpati Loke balik, ternyata malah tidak sudi untuk disamakan. Haha. Pandanganku berganti ke arah Mest, seakan bertanya 'mengapa kau juga ikut?'. Mest mengangkat bahu lalu menepuk pundak Loke, "Aku dipaksa si jabrik ini."
Yah tidak masalah lah, kalau Mest. Siapa tahu bisa melerai mereka-mereka yang suka berisik dan membuat onar, entah apa jadinya rumah Meredy nanti didatangi pembuat onar ini. Lalu Gray? Lucy dan Juvia juga? Bukankah kelompok mereka sudah selesai presentasi? Tatapanku beralih ke mereka bertiga.
"Hehe, kami juga ingin belajar bersamamu, Jellal. Nilaimu kan bagus-bagus.", ujar Lucy mewakili mereka berdua. Bagaimana mereka bisa tahu nilaiku bagus? Perasaan baru tiga minggu sekolah dan nilai belum ada yang tercetak. Pasti Meredy yang sudah cerita-cerita tentang masa SMP. Nilaiku memang bagus-bagus sewaktu SMP, Meredy, Mest, dan Loke sering memintaku mengajari mereka. Aku mendelik menatap Meredy, Meredy hanya menyengir sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, ketahuan. Erza? Bagaimana dengan Erza? Apa Erza akan nyaman dengan orang sebanyak ini? Apalagi ada para pria perusuh ini. Sudah bagus dia mau diajak belajar kelompok bersamaku, tapi dengan perubahan jumlah orang ini...
Aku memberanikan diri menatapnya, merasa ditatap ia balik menatapku, aku langsung mengalihkan pandanganku ke Meredy untuk memintanya bertanya pada Erza, dan Meredy pun paham. Benar-benar tidak tahan menatap mata gadis Inggris itu.
"Erza, tidak apa-apa kan mereka semua ikut?"
Gadis Inggris itu mengangguk. Tidak masalah. Berarti aman, rencana untuk mengajaknya belajar tidak batal.

"Wah Meredy, kau ternyata suka main game ya?", Natsu, si pembuat onar ini malah bermain game console di depan layar TV, menggerakkan jemarinya dengan lincah pada stik kontrol, ditemani oleh Gray yang menjadi rival mainnya, Gajeel dan Loke merajuk minta gantian main. Juvia yang dibelakang mereka terus memandangi Gray. Pada akhirnya mereka hanya bermain saja. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tanganku memijit pelipis.
"Huh, awas jangan dirusak.", Meredy yang habis dari dapur membawa nampan yang diatasnya berjejer banyak minuman, memperingatkan mereka agar tidak merusak benda berharganya itu. Ya, Meredy memang suka sekali dengan game. Setiap malam minggu dan esoknya, Meredy hampir selalu mengajak kami bermain melawannya. Loke selalu kalah bila berduel melawannya, aku dan Mest masih bisa sering menang, tapi lebih seringan Meredy.
Tunggu tunggu... yang berada di sofa tinggal aku, Mest, Lucy, Erza, dan juga Meredy yang masih berdiri. Lumayan sih masih ada mereka bertiga.
"Yah, si Gray malah main, gimana dengan belajar kelompoknya? Kalau begitu aku juga ikutan dong.", lhoh? Lucy malah beranjak dari duduknya dan melenggang menuju para pembuat onar itu? Kok malah ikut-ikutan sih? Juvia pun tidak mau kalah dari Lucy, benar-benar menganggapnya saingan.
Sekarang yang tersisa tinggal aku, Mest, Erza, dan Meredy yang masih berdiri memeluk nampan. Masih berlanjut, Mest pun beranjak dari soda, mau kemana dia?
"Meredy, sepertinya kau kesusahan membawakan hidangan. Biar kubantu.", ucap Mest lalu menarik Meredy pergi menuju dapur. Lho, kok pada pergi sih?
Entah mengapa suasana menjadi canggung. Kini yang tersisa tinggal aku dan Erza. Aku tak berani menatapnya, aku merasa tidak enak jika gadis Inggris itu merasa tak nyaman. Tapi daripada diam-diaman seperti ini, lebih baik aku mencoba mengajaknya ngobrol, yah mengobrol tentang pelajaran lah biar tidak canggung. Aku berdehem-dehem, mencoba mengenakkan suaraku agar ketika memulai obrolan suaraku tidak tercekat. Aku menatap ke arah gadis Inggris di hadapanku.
"Erza.", tak kusangka memanggil namanya untuk yang pertama kali terjadi juga, dan keluar dengan sukses tidak tercekat. Ia menoleh ke arahku.
DEG!
Astaga, kenapa jantungku tiba-tiba berpacu lebih cepat? Hanya menatap matanya saja efeknya bisa seperti ini? Aku mengalihkan pandanganku dari matanya, menatap ke arah minuman di meja.
"Maaf bila suasananya jadi berubah seperti ini. Apakah kau masih mau belajar?", tanyaku dengan terus melirikkan bola mata ke kanan dan ke kiri bergantian, dengan terus memainkan jemariku, mengimbangi suaraku yang keluar. Entah dia mengangguk atau tidak, aku tak berani menatapnya.
"Oh", jawabnya singkat. Apa maksudnya? Iya atau tidak? Kalau 'Oh' kan berarti iya. Benarkah itu? Aku mendongakkan kepalaku menatapnya, memastikan ucapannya.
"Tolong ajari aku bahasa Jepang."
-To be continued-

1 komentar:

  1. Merkur 15c Safety Razor - Barber Pole - Deccasino
    Merkur febcasino.com 15C Safety Razor - Merkur - https://deccasino.com/review/merit-casino/ 15C for Barber 토토 사이트 Pole is the perfect 토토사이트 introduction to the Merkur Safety Razor. 1xbet korean

    BalasHapus

Efek Blog